79 Tahun Merdeka, RI Akhirnya Punya Aturan Stok Minyak Nasional

Jakarta, cnbcindonesia.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menetapkan aturan terkait Cadangan Penyangga Energi (CPE) sebagai antisipasi bila suatu waktu terjadi kondisi krisis dan darurat energi.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.96 tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE), yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 2 September 2024.

Aturan ini akhirnya dirilis setelah 79 tahun kemerdekaan RI.

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengungkapkan, kebijakan ini merupakan sesuatu yang patut disyukuri. Apalagi, lanjutnya, banyak negara lain yang sudah jauh lebih awal memiliki cadangan penyangga energi.

“Banyak negara punya cadangan penyangga ini, kita nggak punya. Alhamdulillah sekarang nih, kita sudah punya, sejak Indonesia Merdeka baru sekarang nih kita punya regulasinya, tinggal kita implementasikannya gitu,” ungkap Djoko di Jakarta, dikutip Kamis (12/9/2024).

Dia menyebut, untuk bisa memenuhi kebutuhan CPE nasional, maka Indonesia diperkirakan perlu menyediakan dana sebesar Rp 70 triliun hingga tahun 2035.

Namun, Djoko mengatakan, sebelum menggunakan dana yang dibutuhkan tersebut, harus ada tahap feasibility study (FS) atau uji kelayakan terhadap fasilitas atau infrastruktur yang akan digunakan untuk menyimpan CPE tersebut.

“Lebih kurang Rp 70 triliun sampai 2035, sesuaikan dengan keuangan negara setiap tahun nanti. Jadi tahap awal mungkin kita akan ajukan proposal untuk FS tadi dulu ya, studi dalam artian depot-depot mana yang masih ada excess capacity-nya,” bebernya.

Djoko menegaskan, Indonesia perlu melakukan inventarisasi fasilitas yang selama ini tidak terpakai (idle). Kemudian, diperlukan pula riset dan survei terhadap setiap lokasi yang memungkinkan untuk penyimpanan CPE.

“Tapi sekali lagi perlu studi dulu, riset inventarisasi data, itu kan perlu survei, perlu anggaran,” tambahnya.

Jika sudah dilakukan studi beserta inventarisasi fasilitasnya, Djoko mengatakan, lokasi penyimpanan CPE bisa ditentukan. Djoko menilai, lokasi penyimpanan tersebut lebih baik berada di dekat pelabuhan.

Hal itu menimbang pemenuhan sumber energi untuk CPE yakni Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin, Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan minyak mentah akan dipasok melalui impor.

“Pingin kita yang dekat pelabuhan supaya nggak banyak ini kan, tapi juga kita perlu, tadi di Indonesia Timur kan perlu stock juga kan, ada juga pertimbangan yang dekat dengan titik impor, supaya nggak jauh-jauh bawanya gitu,” kata Djoko.

Yang pasti, perkiraan kebutuhan dana untuk menyediakan CPE di Indonesia sebesar Rp 70 triliun hingga tahun 2035 tersebut mencakup biaya untuk sewa, infrastruktur, dan komoditasnya.

“Semua. Jadi kita utuh untuk biaya sewa, biaya infrastruktur, sama biaya komoditinya, tiga jenis itu. Semua,” tandasnya.

Asal tahu saja, CPE ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan ketersediaan BBM yang cukup dalam menghadapi berbagai tantangan. Misalnya, fluktuasi harga minyak global, permintaan energi yang meningkat, dan potensi krisis energi.

Aturan terkait Cadangan Penyangga Energi ini juga untuk memberikan arah bagi pemerintah dalam melaksanakan penyediaan cadangan penyangga energi, baik jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi.

“Bahwa untuk menjaga ketersediaan cadangan penyangga energi baik jumlah maupun standar dan mutunya sesuai dengan kebutuhan konsumsi nasional, perlu diatur pelaksanaan pengelolaan cadangan penyangga energi,” bunyi pertimbangan Perpres No.96 tahun 2024 yang dirilis Selasa, 3 September 2024.

Dengan diterbitkannya aturan ini, maka “Penyediaan CPE merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh Pemerintah Pusat.” Hal itu tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Perpres No.96/2024.

Lantas, berapa besar jumlah cadangan untuk masing-masing jenis cadangan penyangga energi tersebut?

Berikut besaran jumlah CPE yang akan dicadangkan di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Perpres 96/2024.

Jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b ditetapkan sesuai dengan Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sebagai berikut:

a. bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline sejumlah 9,64 (sembilan koma enam puluh empat) juta barel;

b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 (lima ratus dua puluh lima koma tujuh puluh delapan) ribu metrik ton; dan

c. minyak bumi sejumlah 10,17 (sepuluh koma tujuh belas) juta barel.

Adapun lama waktu pencadangan yang ditentukan untuk memenuhi jumlah CPE dalam kurun waktu tahun 2035 yang dipenuhi, sesuai dengan kemampuan negara.

Sementara Pasal 16 menyebutkan: Pemeliharaan persediaan CPE dan infrastruktur CPE dilakukan oleh Menteri melalui kerja sama dengan BUMN bidang energi, badan usaha, dan atau bentuk usaha tetap yang memiliki perizinan perusahaan di bidang energi. Dengan diberikan imbalan (fee) atas jasa pemeliharaan.

Kelak, imbalan jasa pemeliharaan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, juga sumber pendanaan lainnya.

Lebih lanjut, pada pasal 18 dijelaskan penggunaan CPE dilakukan ketika terjadi krisis energi dan atau darurat energi. Keputusannya diambil melalui sidang anggota untuk krisis energi dan darurat energi yang bersifat teknis operasional, juga sidang paripurna untuk krisis energi dan atau darurat energi yang bersifat nasional.

 

Selengkapnya: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240912184749-4-571466/79-tahun-merdeka-ri-akhirnya-punya-aturan-stok-minyak-nasional

Share.