Ini Alasan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia Berlakukan Larangan Ekspor Bijih Nikel Mulai Hari Ini

JAKARTA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bersama pengusaha pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) telah bersepakat untuk pelarangan ekspor bijih (Ore) Nikel yang berlaku mulai hari ini. Semula, pelarangan ekspor bijih nikel berlaku pada 1 Januari 2020 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019.

Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengakui, dalam beberapa hari kebelakang, dinamika yang terjadi terkait expore ore terjadi pro kontra antara pemeritah yang mengeluarkan kebijakan dengan pengusaha yang terdampak.

Bahlil juga menyampaikan, bijih atau ore sebagaimana termaktub dalam UU Minerba sudah final dan tidak boleh ekspor. Sebab itu, harus menjadi barang jadi mau tidak kita mau harus bangun smelter. Smelter sudah ada di Morowali, Sulawesi Tenggara. Dengan hilirasi akan berikan nilai tambah yang sangat besar bagi negara.

“Atas kesadaran bersama dan diskusi panjang maka hari ini secara formal kesepakatan bahwa yang seharusnya ekspor ore berlaku pada 1 Januari 2020, mulai hari ini (Selasa, 29 Oktober 2019) kita sepakati tidak lagi ekspor ore,” tegas Bahlil yang juga didampingi deputi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi serta pengusaha smelter di kantor BKPM, Jakarta, Senin (28/10).

Dia menegaskan, kesepakatan bersama (pelarangan ekspor) dilakukan tidak atas dasar surat dari negara atau kementerian teknis, tapi atas dasar kesepakatan bersama.

“Ini dilakukan asosiasi nikel dan perusahaan nikel dan pemerintah. Ini lahir atas kajian mendalam dimana kita semua cinta negara dan sayang negara dan kita ingin negara berdaulat kelola hasil bumi untuk berikan nilai tambah,” tuturnya.

Bahlil mengakui, dalam pertemuannya bersama pengusaha Nikel Indonesia dalam rangka membahas industri smelter di Indonesia ada perdebatan plus – minus. Namun, dirinya mampu melokalisir dan maintenisasi dan fokus pada substansi persoalan.

Salah satu keputusan yang disepakati bersama, terang Bahlil,  pertama ore yang sudah ada sampai Desember akan dibeli pengusaha smelter dalam negeri dengan harga yang sama yang mengacu harga internasional yakni Tiongkok, dikurangi dengan pajak dan biaya transhipment.

Kedua, dalam proses, suveryor yang ditunjuk untuk ukur kadar dilakukan oleh dua pihak penjual dan pembeli ini dilakukan untuk mencapai asas keadilan agar tidak ada dusta diantara kita.

Saya punya keyakinan dalam diskusi tadi, hal hal yang tidak diinginkan bisa terjadi,” ungkapnya.

Ketiga, menyangkut sistem pembayaran akan diselesaikan secara baik oleh kedua belah pihak. Dan jika dibutuhkan pemerintah datang mediasi.

Investor atau pengusaha harus dijamin di negara kita, tapi kita juga harus menjamin pengusaha nasional di daerah. Kedua-duanya harus saling menjaga, jika ini terjaga dengan baik saya yakin negara ke depan akan lebih baik. kemudian investasi akan bertambah sebab ada kepatian dari Investor dan pengusaha lokal akan berkembang,” terangnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I), Prihadi Santoso mengatakan bahwa terdapat 14 perusahaan smelter yang sudah beroperasi dan 27 smelter yang sedang dalam tahap penyelesaian konstruksinya.

“Saya kira, Indonesia sebagai negara nomor 1 yang mempunyai cadangan nikel dunia harus kita kelola dengan baik atas kesadaran kawan-kawan yang punya izin IUP tambang dan pengolahan dan pemurnian. Kita ingin NKRI ini makin berkibar benderanya,” tuturnya.

(Sunandar)

Share.