Bloombergtechnoz.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggakui krisis yang menimpa industri baja di China dapat berdampak serius pada industri nikel di Indonesia.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq melaporkan sebesar 84,74% produk hilirisasi nikel Indonesia seperti nickel pig iron (NPI) atau ferronickel (Fe-Ni), nickel matte, stainless steel HRC, dan ni-scrap diekspor ke China pada 2023.
Jika industri baja di China melemah atau gagal, kata Julian, permintaan nikel dari Indonesia ke China dapat mengalami penurunan dan menyebabkan oversupply nikel.
“Sehingga harga nikel global turun yang tentunya dapat berimbas negatif pada industri nikel di Indonesia serta berkurangnya volume ekspor nikel Indonesia yang berpengaruh kepada neraca perdagangan Indonesia serta menurunnya pendapatan negara dari ekspor nikel,” ujar Julian kepada Bloomberg Technoz, Kamis (26/9/2024).
Menyitir London Metal Exchange (LME), harga nikel menguat 0,51% menjadi US$16.796/ton pada penutupan perdagangan Rabu (25/9/2024).
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor salah satu komoditas andalan Indonesia dalam hilirisasi, yakni nikel sebesar US$4,94 miliar pada periode Januari hingga Agustus 2024
Deputi Kepala Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan ekspor nikel dan barang daripadanya (HS75) pada Januari hingga Agustus 2024 tumbuh 8,83% secara year on year (yoy).
“Jadi angka ini naik 8,83% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023,” tutur Pudji dalam konferensi pers kinerja Ekspor-Impor Agustus 2024 di kantornya, Selasa (17/9/2024).
Adapun, Kementerian ESDM mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM pada 2023 mencapai Rp300,3 triliun atau 116% dari target yang ditetapkan sebesar Rp259,2 triliun.
PNBP dari mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp173 triliun atau 58% dari total PNBP sektor ESDM, alias yang menjadi kontributor paling besar.
Rantai Pasok
Di lain sisi, Julian menggarisbawahi China memiliki hubungan erat dalam rantai pasok bahan baku dan produk akhir dari nikel yang diperoleh dari Indonesia.
Terlebih, selama ini hilirisasi nikel Indonesia telah berperan besar dalam memasok bahan baku untuk baja nirkarat atau stainless steel dan China merupakan konsumen nikel terbesar di dunia untuk produksi komoditas tersebut.
“China adalah salah satu konsumen nikel terbesar di dunia, terutama untuk produksi stainless steel, di mana nikel merupakan bahan baku utama,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, nikel digunakan untuk meningkatkan ketahanan korosi dan memperkuat baja nirkarat, yang memiliki aplikasi luas di sektor konstruksi, otomotif, peralatan rumah tangga, dan manufaktur lainnya.
Untuk diketahui, krisis baja China tengah menuju gelombang kebangkrutan dan mempercepat konsolidasi industri yang sangat dibutuhkan, menurut Bloomberg Intelligence (BI).
Hampir tiga perempat dari produsen baja di negara itu mengalami kerugian di paruh pertama dan kebangkrutan kemungkinan besar akan terjadi pada banyak di antaranya, Michelle Leung, analis senior di BI, mengatakan dalam catatan.
Xinjiang Ba Yi Iron & Steel Co, Gansu Jiu Steel Group dan Anyang Iron & Steel Group Co menghadapi risiko tertinggi, dan dapat menjadi target akuisisi potensial.
Gelombang konsolidasi akan membantu Beijing mendorong lebih banyak konsentrasi pada industri bajanya, ujar BI. Pemerintah ingin lima perusahaan teratas menguasai 40% pasar pada 2025 dan 10 perusahaan teratas menguasai 60%.
Target-target ini terlihat “dapat dicapai,” meskipun China masih akan berada jauh di belakang Korea Selatan dan Jepang dalam hal ini, kata Leung.
Krisis properti yang berkepanjangan di China dan pertumbuhan ekonomi yang lesu sedang membentuk kembali industri baja yang sangat besar di negara ini
Selengkapnya: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/50083/industri-baja-china-ambruk-hilirisasi-nikel-ri-di-ujung-tanduk/2