Kementerian ESDM Perkirakan Pekerja di Tambang Ilegal Capai 3,7 Juta Orang

KUMPARAN – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan pekerja di lokasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal mencapai 3,7 juta orang. Hal ini terutama didasari oleh faktor terbatasnya lapangan kerja.

Inspektur Tambang Ahli Masya Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Antonius Agung Setijawan, mengatakan jumlah pertambangan ilegal di seluruh Indonesia tersebar di 2.741 lokasi. Meski begitu, angka ini bersifat sangat fluktuatif dan dinamis.

“Dalam kegiatan pertambangan tanpa izin ini diperkirakan ada sekitar 3,7 juta pekerja, ini hanya perkiraan saja di dalam lokasi-lokasi PETI tadi,” katanya dalam webinar Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin di Indonesia, Senin (22/8).

Dalam data yang ditampilkan, pekerja tersebut tersebar di 96 lokasi PETI sektor batu bara, serta 2.645 lokasi PETI sektor mineral. Antonius menjelaskan sederet faktor penyebab secara umum dan motivasi yang mendasari maraknya aktivitas PETI.

Faktor pertama yakni desakan ekonomi. Hal ini pun didorong dengan tidak adanya syarat pendidikan dan hasil keuntungan instan karena harga komoditas yang tinggi, membuat masyarakat terjun menjadi penambang ilegal.

“Pelaku PETI ini umumnya masyarakat kecil yang terdesak untuk mencukupi kehidupannya hidupnya sehari-hari. Mereka melakukan ini kadang melibatkan seluruh anggota keluarga untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak,” jelas Antonius.

Selain itu, faktor ekonomi ini juga didukung oleh keterbatasan lapangan pekerjaan. Menurut dia, banyak masyarakat tidak memiliki banyak alternatif mata pencaharian, terutama di daerah terpencil.

“Kenyataannya adalah terbatasnya lapangan kerja sehingga banyak masyarakat atau orang-orang yang produktif untuk bekerja. Namun tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai yang diharapkan maka ini menjadi alternatif,” papar dia.

Antonius menjelaskan, sudah sepatutnya masalah ketenagakerjaan ini diperbaiki, yakni menciptakan banyak lapangan pekerjaan sehingga banyak masyarakat yang bisa tertampung dan mempersempit kemungkinan lari ke kegiatan PETI.

Selain desakan ekonomi dan lapangan kerja, dia pun mengungkap faktor pendorong kegiatan PETI adalah memang niat pelaku melakukan kejahatan, didukung aliran modal yang kuat dan penegakan hukum yang tidak merata.

“Biasanya pada kasus-kasus seperti ini ada aliran modal dan juga keterlibatan oknum-oknum tertentu. Sehingga memang upaya-upaya untuk penertibannya atau penindakannya ini cukup mengalami kesulitan,” ungkapnya.

Bahkan, kata Antonius, pemodal bisa berupa organisasi yang legal di mata hukum. Sehingga, peliknya masalah PETI ini yang membuat perkembangannya sulit dihentikan walaupun sudah ada payung hukumnya.

“Karena lokasi yang sulit untuk diakses, juga memanfaatkan kesempatan karena tidak ada pengawasan dan juga bisa jadi didukung organisasi-organisasi yang legal tapi kegiatannya yang dilakukan mendukung PETI,” pungkasnya.

Share.