Menko Maritim: Pemerintah “Exercise” Harga Khusus Batubara

JAKARTA – Pemerintah berencana merevisi patokan (cap) harga khusus batubara bagi pembangkit listrik. Namun, revisi ini dipastikan tidak akan berpengaruh pada keuangan PT PLN (persero).

Pemerintah telah menerapkan harga khusus lantaran selama ini PLN membeli batubara merujuk pada harga pasar. Di sisi lain tarif listrik tidak boleh dinaikkan dalam menjaga daya beli masyarakat. Kondisi tersebut berdampak pada keuangan PLN. Sebab itu, demi menjaga kesehatan keuangan PLN dan tarif listrik maka ditetapkan harga patokan US$70/ton tersebut bagi batu bara pembangkit listrik

Seperti diketahui, sejak Maret lalu harga batu bara pembangkit listrik dipatok sebesar US$70/ton. Hal ini seiring dengan menguatnya harga emas hitam itu dalam dua tahun terakhir. Bahkan pada Juli ini mencapai US$104,65/ton atau mencetak rekor tertinggi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rencana perubahan patokan harga US$70/ton itu masih dalam tahap kajian. Namun dia menyebut penerapan harga patokan itu mengintervensi pasar.

“Itu lagi kita exercise juga. Karena harga acuan itu, sepertinya kan kita atur market, kita enggak mau juga,” kata Luhut di Jakarta, Senin (30/7).

Penetapan harga US$70 cukup menyulitkan pemulihan kesehatan perusahaan setelah didera harga yang merosot tajam selama lima tahun yakni 2012-2016. Pelaku usaha mengusulkan formula harga batu bara pembangkit listrik yakni harga pasar dikurangi US$5-10/ton. Dengan formula ini setidaknya pemasok batu bara dalam negeri masih bisa menikmati menguatnya harga batu bara. Selain itu ada usulan mengikuti mekanisme pungutan ekspor sebagaimana yang diterapkan di sawit.

Luhut menuturkan formula harga batu bara pembangkit listrik masih dalam kajian. Termasuk besaran pungutan ekspor jika memang akan merujuk pada mekanisme sawit.

“(Pungutannya) tergantung, sekarang kan harga misalnya US$125, kalorinya berapa. Lagi kita hitung,” pungkasnya.

(Sunandar)

Share.