Pengamat: Ombudsman Bisa Rekomendasikan Pembatalan Divestasi Saham Freeport

JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (KRKSDA) telah melaporkan  adanya dugaan maladministrasi proses divestasi PT Freeport Indonesia ke Ombudsman RI (ORI) pada Jumat 15 Februari 2019.

Dalam laporannya, KRKSDA menyebutkan bahwa keberadaan PI (Participacing Interest) 40% Rio Tinto dengan Freeport Mc Moran (FCX) dalam komposisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah dibayar lunas pada 21 Desember 2018 oleh PT Inalum (holding BUMN tambang) sebesar USD3,5 miliar menuai kontroversi.

Salah satu jubir KRKSDA, Marwan Batubara menuturkan, PI Rio Tinto dalam struktur saham FCX di PTFI dianggap oleh sebahagian pihak berstatus “ilegal”. Hal ini didasari oleh surat-menyurat antara Freeport McMoRan dengan Menteri Pertambangan Energi (MPE) No.1047/03/M.SJ/1995 tertanggal 28 Maret 1995, surat nomor 1826/05/M.SJ/1996 tanggal 29 April 1996, serta surat Penegasan Menteri Keuangan No.S-176/ MK.04/1996 tertanggal 1 April 1996. Bahkan secara tegas kedua surat menteri tersebut mengatakan PI Rio Tinto di Blok B sebagai pengembangan, bukan Blok A yang sudah dan sedang berproduksi. Kontrak tersebut pun hanya sampai 30 Desember tahun 2021 sesuai KK 1991.

“Pemberian opsi saham kepada pihak lainnya melewati batas waktu kontrak yang sudah disepakati, yakni hingga tahun 2041, dapat diklasifikasikan maladministrasi dan merupakan sebagai tindakan ilegal serta berpotensi mengandung unsur perbuatan pidana,” ujar Marwan.

Sebab itu, lanjut Marwan, KRKSDA meminta Komisi Ombudsman RI untuk dapat melakukan investigasi terhadap semua dokumen dan proses yang terjadi dalam kesepakatan divestasi saham PTFI, termasuk terhadap pejabat terkait yang terlibat dalam negosiasi.

“Dengan demikian, publik akan terhindar dari informasi yang simpang siur tentang divestasi saham tersebut, dan diharapkan negara pun dapat terhindar dari potensi kerugian finansial yang sangat besar,” terangnya.

Pengamat Hukum Pertambangan Ahmad Redi menegaskan bahwa pihaknya ingin menguji apakah kebijakan divestasi saham PT Freeport Indonesia sudah sesuai prosedur administrasi atau tidak. Apabila berdasarkan pemeriksaan ORI ada pelanggaran administrasi, maka tentu ORI akan memberikan rekomendasi.

Rekomendasinya ke KESDM dan Inalum. Rekomendasi ORI bisa berupa pembatalan kebijakan pemerintah,” ujar Redi yang juga tergabung dalam KRKSDA saat dihubungi, Selasa (19/2).

Menurutnya, rekomendasi ORI mengikat secara hukum, sehingga harus ditaati oleh pihak yang diperintahkan oleh ORI. Namun, lanjut dia, apabila pihak Kementerian ESDM dan PT Inalum mengabaikan rekomendasi ORI, maka menurut UU Ombudsman, ORI dapat mempublikasikan atas terlapor dan menyampaikan ke DPR RI bahwa rekomendasi ORI tidak dilaksanakan.

(Sunandar)

Bahkan bisa dikenai sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian,” pungkasnya.

Share.