Jakarta, cnbcindonesia.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mendorong industri dalam negeri termasuk pengembang fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) untuk beralih menggunakan energi bersih, paling tidak gas.
Menurut Bahlil, penggunaan gas untuk smelter nikel di Indonesia bisa menekan emisi gas rumah kaca di dalam negeri. Salah satu jenis smelter yang didorong untuk menggunakan gas adalah smelter nikel menghasilkan nickel pig iron (NPI) berbasis teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF).
“Ke depan akan kita dorong seperti itu (pemanfaatan gas), ini kan bagian dari menurunkan emisi gas rumah kaca CO2, kita dorong ke depan industri-industri sebesar-besar mungkin untuk menggunakan EBT termasuk NPI,” jelas Bahlil saat ditemui usai sebuah forum, di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Kelak, penggunaan gas sebagai sumber listrik smelter NPI akan menjadi syarat operasi dari pemerintah. “Smelter-smelter yang berorientasi pada turunannya cuma sampai NPI, dalam rangka proses untuk menuju kita mulai selektif, syaratnya sekarang salah satu di antaranya adalah sudah harus memakai energi baru terbarukan, minimal gas,” paparnya.
Bahlil mencontohkan, ada salah satu smelter nikel di Weda Bay, Halmahera Tengah akan mengkonversikan sumber energinya menjadi menggunakan EBT yakni dari energi surya. Bahlil menargetkan pada tahun 2030 mendatang, sebesar 70% sumber energi untuk smelter tersebut sudah memanfaatkan EBT.
“Kita sudah diskusi dengan mereka di 2025 mulai start untuk mulai konversi memakai solar panel di ex penambangan itu. Dan puncaknya nanti di 2030 minimal 60-70% mereka sudah bisa melakukan konversi memakai energi baru terbarukan. Ini contoh,” imbuhnya.
Walaupun memang, kata Bahlil, untuk bisa beralih menggunakan EBT, diperlukan sumber dana yang besar. Namun, Bahlil memastikan harga produk yang dihasilkan dari sumber EBT akan sebanding dengan investasi yang dikeluarkan di awal.
“Memang konsekuensinya mahal. Tetapi mahalnya Capex untuk melakukan investasi terhadap power plant yang berorientasi pada energi baru terbarukan, itu ditutupi dengan harga produk yang memang harganya lebih mahal ketimbang produk yang dihasilkan dari energi batu bara atau fosil. Jadi kalau dihitung secara ekonomi itu no issue,” tandasnya.
Selengkapnya: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240925155827-4-574558/pengusaha-smelter-mendadak-diminta-ganti-listrik-batu-bara-ke-gas