Bloombergtechnoz.com, Jakarta – Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya mengungkapkan draf Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET)—yang hingga kini tidak kunjung disahkan — sebenarnya sudah selesai di tahap legislatif, sejak sektor energi masih dibawahi Komisi VII.
Namun, dalam perkembangannya, pemerintah ingin melakukan beberapa penyesuaian dalam rancangan beleid tersebut, agar lebih menyesuaikan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kalau hal yang lain-lainnya, saya pikir sudah dibahas di dalam [RUU EBET] itu,” ujarnya saat ditemui di agenda Anugerah Dewan Energi Nasional (DEN) 2024, Selasa (10/12/2024).
Saat ditanya apakah RUU EBET bisa dirampungkan tahun ini, Bambang mengatakan,” Mudah-mudahan. Kita tunggu saja.”
Lebih lanjut, Bambang mengatakan perubahan dalam draf RUU EBET juga mencakup penyesuaian terhadap target pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih atau net zero emission sebelum 2060.
Pada intinya, kata Bambang, pemerintah akan memacu penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer nasional, dan bahkan tidak menutup kemungkinan targetnya kembali ditingkatkan dari 17% pada 2025. Pemerintah, padahal, sebelumnya menurunkan target itu dari semula sebanyak 23%.
“Nanti kita lihat angkanya, karena ada penyesuaian dari besaran pertumbuhan ekonomi. Itu akan menyebabkan beberapa penyesuaian-penyesuaian. Saya pikir angka-angkanya ya kurang lebih-kurang lebih lah ya,” tutur Bambang ihwal target bauran EBT di RUU EBET.
Tidak hanya draf RUU, Bambang mengatakan, pemerintah telah selesai membahas draf peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari RUU EBET. “Tinggal penyesuaian-penyesuaian saja, karena ada proses harmonisasi.”
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan proses pembahasan RUU EBET sudah selesai, baik dalam forum rapat Panitia Kerja (Panja) maupun forum Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
Namun, masih terdapat satu substansi yang sudah dibahas, tetapi belum disepakati yakni mengenai substansi Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) atau sewa jaringan.
Eniya menggarisbawahi terdapat kekhawatiran liberalisasi dalam skema PBJT atau sewa jaringan, di mana badan usaha bisa mengalirkan listrik secara langsung ke masyarakat hanya dengan menyewa transmisi milik PLN.
“Itu tidak ada [liberalisasi], jadi ini sudah kita silang, kalau ada sumber yang mau menjual ke konsumen PLN tidak boleh, di wilayah usaha PLN tidak boleh, menjual di wilayah usaha lain langsung ke pelanggan tidak boleh,” ujarnya.