Selain Efek HBA, Ini Alasan Ekspor Batu Bara RI Rawan Anjlok 2025

Bloombergtechnoz.com, Jakarta – Analis komoditas berpandangan permintaan batu bara Indonesia pada 2025 berpotensi stagnan, khususnya akibat penurunan impor dari China. Kondisi ini diperparah dengan adanya kewajiban penggunaan harga batu bara acuan (HBA) dalam kegiatan ekspor komoditas tersebut.

Vice President, Head of Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menjelaskan permintaan batu bara China yang diestimasikan stagnan tahun ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Konsumsi batu bara China—yang juga negara tujuan ekspor terbesar batu bara RI — diperkirakan hanya tumbuh 0,02% secara anual menjadi 4,94 miliar ton pada 2025, sedangkan India tumbuh 3,65% menjadi 1,36 miliar ton, berdasarkan data International Energy Agency (IEA).

“Adanya demand [China] yang mengalami stagnasi serta kebijakan pengenaan harga batu bara untuk ekspor dengan HBA akan cenderung memberikan tekanan untuk eksportir,” katanya saat dihubungi, Selasa (4/3/2025).

Adapun, Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara China memproyeksikan impor batu bara Negeri Panda kemungkinan akan menurun pada 2025 menjadi 525 juta ton dari rekor tertinggi pada 2024 sebanyak 542,7 juta ton, yang naik 14,4% dari realisasi 2023 sejumlah 474,42 juta ton.

“Jika melihat data ekspor batu bara pada 2024, China masih mendominasi destinasi ekspor [batu bara RI], dengan porsi 43,4% atau sebanyak 241,7 juta ton [dari total ekspor batu bara RI tahun lalu]dan disusul oleh India sebesar 27% atau sebanyak 110 juta ton,” ujarn Oktavianus.

⁠Meski demikian, dia menilai masih ada peluang bagi Indonesia untuk mendorong ekspor batu bara melalui diplomasi perdagangan dengan anggota aliansi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).

Hanya saja, potensi ekspor batu bara ke anggota BRICS yang lain dinilai tetap belum bisa memberikan kepastian bahwa kinerja ekspor komoditas tersebut akan terjaga pada tahun ini.

Lesunya permintaan batu bara China juga diutarakan oleh Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) Gita Mahyarani.

Dia menyebut kondisi itu tecermin dari nihilnya permintaan batu bara saat momentum perayaan Imlek. China disebut lebih memilih menggunakan stok batu bara yang dimiliki di dalam negerinya sendiri, alih-alih mengimpor dari Indonesia.

“Sudah [terjadi penurunan permintaan]. Biasanya Imlek itu ada kenaikan untuk permintaan, [sekarang] enggak. Boro-boro stagnan; enggak ada,” ujarnya saat dihubungi.

“Karena mereka sudah pintar, mereka bikin stok, mereka nyetok nih. Habis ini kan musim kering nih. Selesai kan musim dingin. Mereka menambang [batu bara]lagi. Pakai saja punyanya mereka. Enggak usah impor ya mereka.”

Ditambah dengan adanya aturan baru yang mewajibkan penjulaan batu bara Indonesia mengacu pada HBA, para importir di luar negeri pun disebut akan membutuhkan waktu lagi untuk menyesuaikan kontrak transaksi mereka dengan aturan baru dari Pemerintah RI.

“Karena untuk memperkenalkan HBA sebagai basisnya ke buyer ini pastinya butuh waktu dan saat ini kondisinya market lagi turun. Kondisi market lagi turun ini yang kita khawatirkan justru [membuat]mereka mengalihkan [permintaan]ke tempat lain. Walaupun kita masih kita masih percaya bahwa orang akan mencari batu bara Indonesia,” jelasnya.

Menurut catatan APBI/ICMA, volume ekspor batu bara RI ke China yang sekitar 300 juta ton per tahun sejatinya hanya mencakup 5% dari kebutuhan domestik China.

Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara China sebelumnya juga melaporkan beberapa perusahaan China mungkin akan berusaha untuk membatalkan atau merundingkan ulang kontrak jangka panjang yang telah disepakati akibat penentuan HBA sebagai standar harga ekspor batu bara Indonesia.

Fenwei Energy Information Service Co dalam sebuah catatan mengatakan penggunaan HBA dalam kegiatan ekspor secara signifikan menaikkan harga batu bara Indonesia, dan hal itu dapat menghapus keuntungan perdagangan dan menurunkan minat dari pembeli China.

“Salah satu masalahnya adalah harga batu bara sering berubah, tetapi HBA hanya diperbarui sebulan sekali. Indonesia mencoba mengurangi keterlambatan tersebut dengan mengubah jadwal tersebut, memperbarui [HBA] pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan ke depannya, menurut peraturan pemerintah,” katanya.

Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batubara per 1 Maret 2025.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut aturan tersebut secara otomatis berlaku terhadap mandatori penggunaan HBA untuk kegiatan ekspor batu bara.

Tri mengatakan aturan HBA dibuat lantaran pemerintahtidak ingin harga batu bara Indonesia dijual murah ke luar negeri. “Tujuan kita adalah supaya kita lebih eksis lah,” kata Tri ditemui di kantornya Jumat (1/3/2025).

Share.