Bloombergtechnoz.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru saja bertemu dengan Chairman Freeport-McMoRan Richard Adkerson dan CEO Freeport-McMoRan Kathleen Quirk di Amerika Serikat (AS).
Mereka di antaranya membahas persoalan harga tembaga yang terdampak imbas kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Mereka bertemu di sela agenda International Monertary Fund (IMF) dan World Bank Group Spring Meetings 2025 di Washington DC, AS, pada Rabu (23/4/2025) waktu setempat.
“Richard dan Kathleen bercerita bagaimana kebijakan tarif perdagangan telah menimbulkan dampak pada volatilitas harga komoditas — khususnya tembaga — serta potensi pergeseran rantai pasokan global,” kata Sri Mulyani dikutip dari akun instagramnya, Kamis (24/4/2025).
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani menjelaskan mereka menyepakati pentingnya membangun kerja sama yang adil dan berimbang sebagai upaya meredam dampak dari gejolak perekonomian yang kian kompleks.
Komunikasi yang terbuka dan berimbang menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas serta kepentingan bersama.
Selain membahas isu ekonomi dan perdagangan, menurut dia, kedua belah pihak juga menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang kesehatan, terutama dalam mendukung program pengentasan malaria di wilayah Papua.
“Hal ini sejalan program kerja Presiden @prabowo dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan merata melalui peningkatan sarana dan prasarana, serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan,” tuturnya.
Tembaga diperdagangkan di level US$9.382,50/ton di London Metal Exchange (LME) hari ini, menguat 0,14% dari hari sebelumnya.
Akhir-akhir ini, permintaan tembaga dari pasar utama dunia tetap stabil kendati dihantam perang dagang antara China dan AS, serta krisis sektor properti di Negeri Panda.
Para pembeli justru memanfaatkan pelemahan harga untuk memborong stok, sementara sejumlah indikator pasar mengisyaratkan kondisi yang masih solid.
“Pasar tembaga tetap berada dalam keseimbangan ketat meski menghadapi tekanan makroekonomi,” kata Xiao Qianjun, Wakil General Manager divisi perdagangan di Jiangxi Copper Co, salah satu smelter terbesar di China, dalam sebuah konferensi industri pekan ini.
Menurut dia, pesanan dari pasar spot justru melonjak tajam setelah harga sempat turun belakangan.
Pasar tembaga global—seperti halnya komoditas industri utama lainnya—dilanda gejolak pada awal 2025. Harga sempat anjlok mendekati US$8.000 per ton pada April.
Situasi menjadi makin kompleks bagi logam yang digunakan sebagai bahan baku pipa, kabel, dan baterai ini.
Di satu sisi, tarif dagang yang luas dapat menekan pertumbuhan dan konsumsi. Di sisi lain, pemerintahan Donald Trump justru membuka peluang kenaikan harga di AS dengan mempertimbangkan pengenaan tarif baru atas impor, yang berpotensi mengalihkan pasokan dari negara lain.