Oleh Ismet Djafar*
Rapat Paripurna DPR RI ke-2 ternyata tidak berlangsung mulus. Kali ini penyebabnya adalah agenda pembahasan dan penetapan mitra kerja AKD DPR RI.
Pimpinan Rapat Azis Syamsuddin mendapat hujan interupsi dari Anggota DPR. Yang paling banyak diprotes adalah pemindahan Kementerian LHK dari mitra kerja Komisi VII menjadi mitra kerja sepenuhnya Komisi IV saja. Berbeda dengan periode sebelumnya, dimana sektor lingkungan hidup menjadi bagian Komisi VII dan Sektor Kehutanan bagian Komisi IV.
Protes pertama di awali oleh Tifatul Sembiring. Kemudian disusul Maman Abdurahman, Sugeng Suparwoto dan yang lainnya. Mereka sangat tidak puas dengan hasil rapat Bamus DPR RI yang memindahkan KLHK dari Komisi VII. Berbagai argumentasi dikemukakan. Bahkan Sugeng dengan tegas menyatakan, seharusnya Sektor Kehutanan yang dipindahkan ke Komisi VII sehingga LHK sepenuhnya di Komisi VII.
Tak kalah ngotot adalah Marthen Douw. Legislator asal Papua tersebut bahkan sedikit memberikan ancaman dengan suara menggelegar jika Pimpinan DPR tetap mengesahkan pemindahan LHK dari mitra kerja Komisi VII.
Uniknya, justru anggota DPR yang masuk dalam Komisi IV tidak ada satu pun yang bersuara berbeda dengan anggota yang lain.
Menurut hemat penulis, ada tujuh alasan mengapa Sektor Lingkungan Hidup atau Kementerian LHK tetap menjadi mitra kerja Komisi VII, yaitu:
- Secara historis, sejak awal Kementerian LH/Sektor LH sudah menjadi mitra kerja Komisi VII, sementara Komisi IV lebih fokus pada Sektor Pangan, Pertanian, Kelautan, Perikanan dan Kehutanan.
- Dari aspek legislasi di bidang LH, Komisi VII bersama Kementerian Lingkungan Hidup (dan selanjutnya menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/KLHK) telah membuktikan kerjasama yang baik dengan melahirkan berbagai UU di sektor LH, antara lain : UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), UU 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, UU 11/2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata.
- DariAspek Legislasi di bidang Energi, Komisi VII sedang membahas revisi UU Migas dan UU Minerba. Keberadaan dan substansi dari kedua UU ini sangat berhubungan erat dengan sektor LH.
- KomisiVII juga sedang menyiapkan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam Prolegnas Prioritas. UU ini sebagai dasar hukum yang akan mengatur optimalisasi pemanfaatan EBT untuk kemandirian dan ketahanan energi nasional serta menjaga LH yang sustainable (berkelanjutan), termasuk melaksanakan Paris Agreement.
- DariAspek fungsi Pengawasan, Komisi VII telah memiliki pengalaman dan kerja sama yang baik dengan KLHK dalam pengawasan terkait LH, termasuk masalah sampah dan limbah B3/non B3. Sebagai Komisi yang melahirkan UU 32/2009 tentang PPLH, sangat beralasan jika Komisi VII yang berwenang dan bertugas untuk mengawasi dan memastikan terlaksananya ketentuan dalam UU PPLH secara nyata.
- Pengawasanterkait lingkungan hidup di sektor ESDM sangat beralasan dilaksanakan oleh Komisi VII, karena kegiatan di sektor ESDM banyak berkaitan dengan LH baik di hulu maupun hilir. Banyak tambang yang bermasalah dalam pengelolaan lingkungan dan limbah.
- Dari aspek budgeting, antara Komisi VII dengan KLHK telah memiliki pengalaman dan kerja sama yang baik dalam penyusunan APBN. Selama ini tidak ada masalah yang signifikan dalam pembahasan anggaran KLHK di Komisi VII. Justru selama ini berdampak positif terhadap akuntabilitas kinerja pemerintah di sektor LHK.
Kita tunggu langkah selanjutnya dari Komisi VII DPR RI yang akan disahkan pimpinan Komisinya pada hari ini.
*Pemerhati Energi dan Lingkungan