Mau Status KK atau IUPK, Operasi Tambang Freeport Tetap Diperpanjang

JAKARTA – Pemerintah memberikan sinyal lampu hijau perpanjangan kelanjutan operasi bagi perusahaan tambang pemegang lisensi Kontrak Karya yang akan berakhir masa kontraknya dalam waktu dekat ini. Semisal PT Freeport Indonesia yang akan berakhir masa kontraknya pada 2021.

Perpanjangan kelanjutan operasi tambang saat ini sedang dibahas lintas kementerian dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Namun, kelanjutan operasi tambang ini bisa didapatkan bagi pemegang KK apabila memenuhi persyaratan yang diajukan pemerintah. Untuk itu, Pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Perpanjangan kelanjutan operasi didapatkan setelah pemerintah memberikan sinyal bagi perusahaan tambang pemegang lisensi KK untuk melakukan kegiatan ekspor konsentrat pasca 12 Januari 2017.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan bagi perusahaan tambang pemegang lisensi KK yang tidak bisa ekspor lagi lantaran tenggat waktu yang sudah ditentukan maka, jalan keluarnya adalah pemegang lisensi KK mau mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Tapi kemudian, mereka (KK) harus membuat komitmen bahwa smelter akan dibangun dalam lima tahun ini, setiap tahun harus ada progres yang harus dicapai,” ujar Darmin usai rapat koordinasi dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan perwakilan Sekretariat Negara Muhammad Saptamurti, Kamis (22/12).

Darmin juga menegaskan bahwa perubahan status (menjadi IUPK) dan kewajiban perusahaan tambang pemegang lisensi KK tersebut harus sesuai dengan deadline dan komitmen secara tertulis bahwa perusahaan tersebut akan mematuhi, berapa persen per tahunnya kemajuan pembangunan smelternya.

“Itu ada ‎di Peraturan Menteri ESDM. Tapi setiap tahun ada sampai tahun ke-5 harus 100%. Kalau enggak, tahun pertama pun akan ada sanksinya,” tegas Darmin.

Dikatakannya, perusahaan tersebut bisa mendapatkan izin ekspor konsentrat apabila sudah memenuhi ketentuan, salah satunya komitmen membangun smelter.

“IUPK dan komitmen itu (membangun smelter), dan kena bea keluar. Setahun kita lihat, kalau setahun tidak terealisasi ya kita stop,” tuturnya.

Adapun mengenai kemungkinan penaikan besaran bea keluar (BK), Darmin menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Keuangan dan Menteri ESDM.

“Kelihatannya begitu. Tapi itu Menkeu dan Menteri ESDM lah,” tuturnya.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan, ada beberapa klausul yang diubah dalam PP tersebut yaitu pertama, pembahasan perpanjangan operasi bisa diajukan lima tahun sebelum masa kontrak berakhir.

“Itu (perpanjangan operasi) mungkin enggak dua tahun. Jadi kita sepakat bahwa ini bolehlah dibahas lima tahun sebelum kontrak berakhir. Ini untuk siapa aja. Jangan tanya Freeport atau apa. Enggak ada hubungannya. Enggak ada PP dibuat untuk satu perusahaan,” ujar Jonan.

Kedua, apabila perusahaan pemegang lisensi KK mau ekspor dan tidak melakukan pemurnian (mineral), maka perusahaan itu harus berubah statusnya menjadi IUPK. “Karena di UU Minerba-nya itu yang IUPK tidak ada batas waktu. Tapi yang KK harus. Nanti coba lihat pasalnya. Itu sebenarnya dua hal besar. Kalau yang lain kecil-kecil saja. Jadi, perubahan skema tersebut sebenarnya tidak banyak ya. Jadi kalau IUPK ya mengikuti previlling regulation,” ujarnya.

Sementara, kata Jonan, apabila perusahaan KK telah melakukan kegiatan pemurnian di dalam negeri, maka perusahaan tersebut statusnya tetap KK.

“Kalau dia maunya ekspornya hasil pemurnian, dia tetap stay di KK,” pungkasnya.

(Sunandar) 

Share.